Selasa, 26 Juli 2011

ibnu khaldun.,.,

Ibnu Khaldun (1332-1406 M) Sang Sejarawan

Kelahiran, Nasab, & Keluarga
Nama lengkap beliau adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan. Nama pemberian ayah beliau adalah Abdurrahman, Beliau biasa dipanggil Abu Zaid dan bergelar Waliuddin. Nama Ibnu Khaldun sendiri merujuk pada kakek moyangnya yang bernama Khalid bin Utsman. Orang Arab, sebagai bentuk takzim kepada ketinggian ilmunya, menambahkan huruf wawu dan nun pada nama kakek moyangnya itu. Jadilah ia terkenal hingga sekarang dengan sebutan Ibnu Khaldun.

Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal bulan Ramadhan 732 H, atau tepatnya pada 27 Mei 1332 M. Keluarga Bani Khaldun diketahui berasal dari daerah Hadramaut, sebuah daerah di selatan jazirah Arab. Banu Khaldun kemudian pindah ke Andalusia dan menetap di Sevilla pada permulaan penyebaran Islam di sana pada sekitar abad ke-9 masehi. Selanjutnya keluarga Bani Khaldun merupakan keluarga terpandang yang memegang jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan dan angkatan perang Bani Umayyah Andalusia, Al-Murabitun (Almoravide), dan Al-Muwahhidun (Almohade). Pada abad ke-13 masehi, ketika Andalusia menjadi republik bangsawan yang feodal, keluarga Bani Khaldun juga memegang peranan penting.
Pada masa reconquista orang-orang Kristen, keluarga Bani Khaldun menyeberang ke Ceuta di Afrika Utara sebelum akhirnya menetap di Tunisia. Perpindahan Bani Khaldun ini terjadi pada tahun 1248, namun ada pula sumber lain yang mengatakan bahwa Bani Khaldun pindah pada 1223. Di Tunis ini ternyata Bani Khaldun juga memainkan peran yang cukup penting dalam pemerintahan. Muhammad Ibn Muhammad, kakek Ibnu Khaldun berprofesi sebagai seorang Hajib (kepala rumah tangga istana) dinasti Hafsh. la sangat dikagumi dan disegani di kalangan istana, berkali-kali Amir Abu Yahya al-Lihyani (711 H), pemimpin dinasti al-Muwahhidun yang telah menguasai bani Hafz di Tunisia, menawarkan kedudukan yang lebih tinggi kepada Muhammad Ibn Muhammad, tetapi tawaran itu ditolaknya, pada akhir hayatnya, kakek Ibnu Khaldun ini suka menekuni ilmu-ilmu keagamaan hingga wafatnya pada 1337 M.
Dalam lingkuangan keluarga terpelajar seperti inilah Abdurrahman atau Ibnu Khaldun lahir dan tumbuh berkembang. Tentulah lingkungan keluarganya yang terpelajar ini membawa pengaruh besar kepada Ibnu Khaldun. Selain itu didukung dengan intelegensi beliau yang di atas rata-rata menjadikan beliau kelak menjadi tokoh yang mendunia dan karya-karyanya abadi.
Periode Menuntut Ilmu
Ibnu Khaldun muda, seperti halnya pemuda-pemuda Arab lainnya, mendapatkan pengajaran tradisional langsung dari sang ayah. Pertama-tama Ibnu Khaldun mempelajari Al-Quran dan menghafalnya sekali. Lalu Ibnu Khaldun juga mempelajari macam-macam qira’at untuk Al-Quran itu. Kemudian beliau mempelajari ilmu tata bahasa dan syair, dan baru setelah itu beliau mempelajari hukum. Selain dari sang ayah, Ibnu Khaldun juga amat antusias mempelajari tafsir, hadits, usul fiqih, tauhid, fiqih madzhab Maliki, fisika dan matematika.
Semua pengetahuan itu dipelajari langsung oleh Ibnu Khaldun dari para cendekiawan di Tunisia. Di antara para guru beliau adalah Abu Abdillah Muhrnas Ibn Sa’ad al-Anshari dan Abu al-Abbas Ahmad ibn Muhammad al-Bathani dalam qira’at; Abu Abdillah Ibn al-Qashar dalam ilmu gramatika Arab; Abu ‘Abdillah Muhammad Ibn Bahr dan Abu Abdillah Ibn Jabir al-Wadiyasyi dalam sastra; Abu Abdillah al-Jayyani dan Abu Abdillah ibn Abd al-Salam dalam ilmu fiqh; dan masih banyak lagi gurunya. Yang mengagumkan dari Ibnu Khaldun adalah kedalaman wawasannya dalam berbagai bidang ilmu yang ia pelajari. Padahal tentulah bukan perkara mudah mempelajari semua itu secara hampir bersamaan.
Masa menuntut ilmu ini beliau jalani selama kurang lebih 18 tahun. Terhitung sejak kelahirannya pada 1332 hingga 1350. Setelah matang dengan ilmu-ilmu yang beliau pelajari, pada usia 18 tahun Ibnu Khaldun mulai memasuki dunia politik. Inilah pengalaman pertama Ibnu Khaldun berprofesi di pemerintahan sebagaiSahib al-Alamah (penyimpan tanda tangan), pada pemerintahan Abu Muhammad Ibn Tafrakhtan di Tunis.
Periode Berpolitik
Sejak awal terjun ke dunia politik praktis, Ibnu Khaldun seringkali berpindah-pindah tempat. Semula ia bekerja di Fez, lalu ke Granada, Baugie, Biskara dan lain-lain, dalam jangka waktu antara 1350-1382 M. Awal karir sebagai Sahib al-Alamah  ini hanya dijalani Ibnu Khaldun selama kurang lebih 2 tahun, kemudian ia berkelana menuju Biskara. Kemudian pada tahun 1354 Ibnu Khaldun pindah ke Maroko menetap di Fez. Penguasa Fez, Sultan Abu Inan ketika itu lalu mengangkatnya menjadi sekretaris sultan.
Selama 8 tahun Ibnu Khaldun menetap di Fez, banyak sekali intrik politik yang terjadi dan akhirnya juga menyedutkannya. Sultan Abu Inan menuduhnya berkhianat dan berkomplot dengan Abu Abdillah Muhammad dari Bani Hafsh. Akhirnya ia memantapkan diri pergi ke Spanyol dan sampai di Granada pada tanggal 26 Desember 1362 M. Beliau diterima dengan baik oleh penguasa Granada, Abu Abdillah Muhammad ibn Yusuf. Setahun kemudian mulailah beliau menjalankan tugas barunya sebagai diplomat. Ibnu Khaldun di utus kepada Raja Pedro El Cruel, penguasa Sevilla. Di Sevilla inilah beliau melihat apa yang beliau sebut “peninggalan-peninggalan kekuasaan nenek moyang saya”. Karena dinilai cakap, Raja Pedro menawarkan tanah-tanah “nenek moyangnya” asalkan beliau mau bekerja kepada raja Kristen itu. Ibnu Khaldun menolak tawaran tersebut.
Lagi-lagi aktivitas politik Ibnu Khaldun menimbulkan kecemburuan di dalam istana Granada. Untuk menghindari konflik lebih jauh, Ibnu Khaldun mengundurkan diri dan kembali ke Afrika bersama-sama keluarganya. Kali ini beliau mencoba peruntungan di Bougi, Aljazair. Penguasa Bougi kemudian mengangkatnya menjadi perdana mentri. Di sini beliau sempat memimpin pasukan-pasukan kecil untuk memadamkan kerusuhan-kerusuhan yang ditimbulkan oleh suku barbar.
Setelah malang melintang di dunia politik yang penuh intrik dan kekacauan, Ibnu Khaldun akhirnya merasa bahwa ia harus berhenti. Tahun 1375 menjadi tahun yang amat penting bagi beliau. Sejak saat itulah beliau melepaskan semua jabatan resmi pemerintahan kemudian bersama-sama keluarganya menetap di istana Qal’at Ibnu Salamah di dekat Oran. Di sinilah beliau berkhalwat dan selama empat tahun berikutnya beliau fokuskan pikirannya untuk menyelesaikan karya besarnya, Muqaddimah dan kitab Al-I’bar wa Diwanul Mubtada’wal Khabar fi Ayamul ‘Arab wal A’jam wal Barbar.
Karena kebutuhan akan bahan-bahan penyusun karyanya itu, Ibnu Khaldun memutuskan kembali ke kampung halamannnya, Tunisia, pada 1378. Di Tunisia ini beliau kembali lagi belajar dan sekaligus juga mengajar. Pada 1382 Ibnu Khaldun berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Sebelum itu beliau singgah sementara di kota Iskandaria di Mesir. Di kota inilah beliau tertarik untuk menetap di Kairo dan mengajar di Universitas Al-Azhar.
Periode Mengajar
Ibnu Khaldun tiba di Kairo setelah karya besarnya, Muqaddimah, lebih dulu terbit di Mesir. Beliau tiba pada tanggal 6 Januari 1383. Sungguh meriah sambutan rakyat Mesir kepada Ibnu Khaldun. Pada waktu itu Dinasti Mamluk sedang perkasa di Mesir dan keadaan politik di sana pun stabil. Selama 20 tahun terakhir hidupnya Ibnu Khaldun menghabiskannya di Mesir ini. Beliau bergiat menjadi pengajar di Universitas Al-Azhar dan juga sebagai hakim tinggi di Mahkamah Agung.
Ibnu Khaldun memberikan kuliahnya di lembaga-lembaga pendidikan tinggi di Mesir, seperti Universitas al-Azhar, Sekolah Tinggi Hukum Qamhiyah, Sekolah Tinggi Zhahiriyyah dan sekolah tinggi Sharghat Musyiyyah. Beliau mengajar terutama di bidang fiqih, hadis dan beberapa teori tentang sejarah sosiologi yang telah ditulisnya dalam Muqaddimah. Selain berjuang dalam dunia akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan kegiatan yang berkaitan dengan dunia hukum.
8 Agustus 1384, beliau diangkat oleh Sultan Al-Zhahir Barqa, sebagai hakim agung Madzab Maliki pada mahkamah Mesir. Ketika menjabat sebagai hakim agung inilah beliau berusaha keras mereformasi lembaga hukum yang saat itu banyak dipenuhi korupsi. Tindakannya ini tentu saja membawa dampak serius bagi dirinya. Sekali lagi Ibnu Khaldun harus berhadapan dengan orang-orang yang iri dan menyebarkan preseden buruk atas dirinya. Karena tidak tahan beliau akhirnya memilih mengundurkan diri.
Pada 1387 Ibnu Khaldun melaksanakan ibadah haji dan ketika beliau kembali ke Mesir diangkat lagi sebagai hakim agung Mahkamah Mesir oleh Sultan Mesir Nashir Faraj, putera Sultan Burquq. Tahun 1400 adalah saat paling dramatis yang harus beliau alami. Beliau beserta beberapa hakim dan ahli hukum lainnya dikirim oleh sultan Mamluk ke Damaskus yang saat itu terancam oleh serbuan Timur Lenk. Celaka tak dapat ditolak. Tentara Mesir yang mempertahankan Damaskus dapat dihancurkan oleh pasukan Tartar dan terpaksa mundur. Sialnya, Ibnu Khaldun tertangkap dan ditahan sebagai sandera untuk negosiasi penyerahan kota Damaskus kepada Timur Lenk.
Namun Ibnu Khaldun, yang punya segunung pengalaman politik tentu memiliki siasat untuk menghadapi Timur Lenk. Timur Lenk sendiri tertarik pada pengetahuan dan kharisma yang dimiliki Ibnu Khaldun. Timur Lenk mengajak beliau membahas soal-soal Afrika. Beliau sendiri mengambil kesempatan untuk melengkapi studinya tentang sejarah bangsa Tartar dan Mongol baru. Berkat agitasi dan lobi-lobinya, Ibnu Khaldun akhirnya berhasil menyelamatkan sejumlah orang-orang terkemuka. Begitu kembali ke Mesir beliau kembali diserahi jabatan hakim agung. Beliau menjabat hakim agung ini hingga akhir hayatnya.
Karya-karya Ibnu Khaldun & Pengaruhnya
Ibnu Khaldun dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.
Tahun 1375 menjadi saat yang penting dalam hidup Ibnu Kholdun. Setelah bergelut dalam aktivitas politik selama kurang lebih 25 tahun, beliau mulai mengundurkan diri dari hiruk-pikuk dunia politik dan memulai kembali aktivitas intelektualnya. Dalam masa 4 tahun, sejak 1375 hingga 1378 beliau memfokuskan dirinya menyelesaikan naskah kitab Al-I’bar yang telah beliau siapkan sebelumnya. Dengan riset-riset yang terperinci dan mendalam akhirnya selesailah kitab sejarah itu dalam 7 jilid dengan judul baru Al-I’bar wa Diwanul Mubtada’wal Khabar fi Ayamul ‘Arab wal A’jam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar. Dan bagian pendahuluannya yang sekarang kita kenal dengan Muqaddimah Ibnu Khaldun sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu sosial dan terus dikaji hingga kini.
Kitab ini pada tahun 1863 diterjemahkan oleh De Slane ke dalam bahasa Prancis  dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun. Setelah itu menjelang akhir abad ke-19 rumusan-rumusan Ibnu Khaldun dalam kitab ini banyak memengaruhi pemikiran para sosiolog Jerman dan Austria. Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, At-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya),Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
Komentar Mereka terhadap Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun, ia wafat di Kairo Mesir pada saat bulan suci Ramadan tepatnya pada tanggal 25 Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M. Dalam hidupnya yang penuh gejolak dan pengembaraan, renungan-renungan dan riset-risetnya yang mendalam telah menjadikannya seorang cendekiawan muslim yang begitu masyur hingga sekarang. Tak hanya orang Timur yang mengkaji mutiara-mutiara pemikirannya, tetapi juga para cendekiawan Barat. Dan inilah beberapa komentar dari beberapa cendekiawan yang pernah mengkaji karya-karya beliau.

 “Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-ahli sosiologi dalam bahasa Inggris (yang menulis karya-karyanya dalam bahasa Inggris)” – DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas of Aberdeen, Scotland dalam artikelnya “The Islamic Review & Arabic Affairs” di tahun 1970-an.
“… ‘Abd-ar-Rahman ibn Muhammad ibn Chaldun al-Hadrami dari Tunis (hidup dalam tahun 1332-1406) adalah seorang genial bangsa Arab yang dalam ‘kesempatan’ kurang dari empat tahun dari lima puluh empat tahun usia dewasa yang digunakannya untuk bekerja, dapat mencapai suatu hasil karya abadi berupa sebuah tulisan yang boleh dibandingkan dengan karya Thucydides atau Machiavelli, baik dalam luas visinya, maupun dalam kekuatan intelektualnya semata. Bintang Ibn Chaldun tambah bersinar dengan amat cemerlangnya, karena ia menyoroti alam yang gelap gulita. Kalau Thucydides, Machiavelli, dan Clarendon adalah bintang-bintang cemerlang yang hidup dalam masa-masa dan tempat-tempat yang cemerlang pula, maka Ibn Chaldun adalah hanya satu-satunya titik cahaya yang bersinar pada waktu itu di cakrawala.” – Arnold J. Toynbee, dari Royal Institute of International Affairs and Oxford University Press, dalam A Study of History volume III.
“… Ibnu Khaldun adalah seorang ahli sejarah, politik, sosiologi, dan ahli ekonomi, seorang yang mendalami persoalan-persoalan manusia, meneliti kehidupan manusia yang telah lewat untuk memahami kehidupan sekarang dan di hari yang akan datang. Ia bukan hanya ahli sejarah yang terbesar dari abad pertengahan, yang menjulang tinggi laksana raksasa diantara suku orang-orang kerdil, tetapi ia adalah seorang dari ahli filsafat sejarah yang pertama, seorang pembuka jalan bagi Machiavelli, Bodin, Comte, dan Curnot.” – George Sarton, dalam Introduction To the History of Science.
Daftar Pustaka :
Charles Issawi, M. A. 1962. Filsafat Islam Tentang Sejarah, Pilihan dari Muqaddimah Karangan Ibn Chaldun dari Tunis (1332-1406). (disalin dalam bahasa Indonesia oleh Dr. A. Mukti Ali). Jakarta : Tintamas.
http://sejarawanmuda.wordpress.com/2011/05/06/biografi-ibnu-khaldun/

0 komentar:

Posting Komentar

chat and comment

My Great Web page
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons